SELAMAT DATANG DI BLOG BERBEDA DARI YANG LAIN

APA YANG ADA INGIN UNGKAP, RASAKAN, DISKUSIKAN....
SILAHKAN MUNGKIN DISINI KITA BISA TUKAR PANDANGAN DAN PENDAPAT....

Senin, 25 Januari 2010

Sajak : Berdiri

Ku Telephon lagi kau Rinduku...
tapi bukan kau yang menerimanya
ku kenal sekali suara khas ini
nadanya begitu merdu menurutku

Berilah telphon ke Bundamu

..........


Baiklah kalau kau tidak mau...

Apa yang ingin kau ceritakan..??
nampaknya kau begitu bahagia...

Aku tak mengeti apa yang kau ucap gadisku...

Apa kau ingin bercerita tentang pesta ulang tahun temanMU
yang berakhir ricuh
diakibatkan lengkingan suaramu yang mirip Vokalis Power Metal...
akhh.. itu sudah di ceritakan Bundamu...

Pasti tentang baju baru yang diberikan Oma mu
yang baru pulang dari Paris van Java..
kemudian kau jadikan baju andalanmu
hmmm... itu pun sering kau ceritakan padaku...

Atau tentang toko buku dalam kamarmu..
bukankah itu untuk mahasiswa??

...................

Apa..... Kau sudah pandai berjoget.???
weeiiishhh... pinguulmu juga berhasil kau goyang-goyangkan...

hmmm... aku mengerti sekarang...
kau sudah bisa berdiri kan...
pasti meja tamu kakekmu kau jadikan pegangan....
Otomatis seisi rumah jadi berantakan..

Taplak meja berterbangan....
Vas Bunga,, Praaaaankkk...

Phhhfff...
Papa harus berhemat untuk mengganti vas bunga Nenekmu dengan Plastik

heheheheeh.......

kdi
25 jan 10

Minggu, 17 Januari 2010

Sajak : Gigi Pertama

Pagi ini... kembali ku terima telephonmu sayang...
suaramu begitu ceria, namun ku tau disana kau lelah
napasmu tak seperti biasanya ku dengar
senyummu tak seindah rasaku selalu...

Kau mengantuk sayang.???
tidurlah... sebelum cantikku bangun dan menggangu istrahatmu

Kau bilang padaku kemarin ia tak mau makan
ia begitu senang bermain bersama lagu kesukaannya
ia terus saja menari dan bernyanyi...
mengeluarkan suara khasnya tanpa henti

Bahkan kau bilang kemarin sore ia telah berhasil menggigit kerupuk
yang biasanya ia jilat sampai lembek...

hehehe,,,

Kendari
16 01 010

Sabtu, 02 Januari 2010

FADIYAH

Fadiyah ku sayang....

janganlah menangis... kan ku nyanyikan lagu indah hanya untuk dirimu...

Fadiyah ku sayang...
tetaplah tersenym... kan ku persembahkan dunia hanya untuk riangmu

Biarkanlah ku terus berada disisimu, sambil mencurahkan sgala rasa yang kupunya

Untuk sgala cinta yang kumiliki hanyalah kepadamu....

ceriakan dunia dengan tawamu ... cerahkan mendung hatiku dengan sluruh lakumu...

Apapun akan ku beri asal engkau bahagia

PMI
070409

Sajak : PERTEMUAN

01
ucap asa bukan sekedar tuju angkasa
atau kata berkata hanya seindah bulu angsa

kasih dan cinta tidak datang karena puasa
semoga kau datang dengan segala rasa....

02
pedulikan dulu sayapmu yang patah
sulamlah ia dengan irama sahdu..

jika kau ingin menyusunnya...
susunlah dengan hati2..
jangan sampai kata ini buatmu semakin rindu.....

03
kata telah terbang namun tak terbuang..
hiruplah.. nikmati apa yang terbilang

jiwa sepi telah hilang dalam tenang
karena ku tau ternyata kita seruang....

kendari 0401010

Minggu, 20 Desember 2009

Sajak Cinta Kota Tua

Dulu.. Kita pernah duduk disini
disudut segitiga bertulis 0 km
Kucoba genggam tanganmu ...
tuk sampaikan kata yang yang membuat kelu lidahku

Aroma laut serta bau knalpot motor rusak dari bengkel "Mega Motor surya Indah"
menjadi satu, berkecamuk dalam otak
memompa keberanian yang tak kunjung mengembang

Di gedung ini dulu kau ku ajak nonton "Dendam Membara"
sambil berdoa ...
semoga kau tau apa yang buatku mengajakmu duduk di sudut sebelah kanan..

Kini ku duduk lagi disini
disudut segi tiga bertulis 0 km
tak lagi menggenggam tanganmu
tuk sampaikan kata yang membuat kelu lidahku..

Kota Lama kendari 2009
(Dedicated to Papi Sidin)

KOTA LAMA KENDARI DARI BIBIR SOPIR PETE-ETE

KOTA LAMA KENDARI DARI BIBIR SOPIR PETE-PETE
Sebagai orang baru didaerah ini (tahun 1998 sa kenalan dgn yang namanya kendari) Saya tingal kurang lebih 15 km dari kota lama. Jadi kalo saya tiba lagi dari Bau-Bau secara otomatis suka tidak suka atau apalah … saya harus naik pete-pete agar bisa sampai ke kamar kost dengan hemat.

Suatu hari (saya lupa tepatnya tanggal berapa) ketika baru tiba dari Bau-Bau waktu itu hampir tengah malam kapal Sagori bersandar di pelabuhan kendari (maklum kena lagi penyakitnya), dengan agak buru-buru saya mencari Pete-Pete yang dapat ku tumpangi tapi yang tersisa tinggal kursi depan di samping pak sopir Pete-Pete… sejujurnya saya tidak terlalu suka duduk di samping pak sopir dikarenakan setiap penumpang yang turun dan akan membayar ongkos Pete-Pete selalu saja tangannya hampir menyenggol hidungku yang minimalis ini…phhhhfff… tapi mau di apa Aheng terus memaksaku naik….

Dalam perjalanan sambil diiring lagu ST12 “satu jam saja…. ku telah bisa,,, cintai ,,kamu,,kamu,, kamu” membuat mataku mengantuk dan inginnya cepat-cepat sampai di kamarku membuang diri dikasur robek yang sponnya hampir keluar semua… pak sopir itu mengusikkuu dengan cerita-cerita ttg apa saja termasuk pengalamannya menjadi sopir pete-pete yang ngakunya lebih 10 thn ia jalani (weiishhh seniornya..) dari menyimak ceritanya saya menarik kesimpulan begitu kerasnya kehidupan di Kota kendari ini, dan banyaknya permasalahan perkotaan yang harus ia hadapi sebagai Sopir Pete-Pete, apalagi jika Kapal Cepat (Sagori atau Superjet) telah bersandar maka ia harus begitu lincah memarkirkan mobilnya di parkiran liar diluar pagar pelabuhan untuk antri penumpang (mslahnya kalo dlm pelabuhan di samping sempit parkirannya juga harus harus di bayar de..) belum lagi rebutan penumpang antara Ojek, Taksi dan Pete-Pete nakal yang tidak mau antri. Saya jadi teringat dengan pelabuhan Bau-Bau yang memiliki parkiran yang lapang dimana Ojek, Taksi, Pete-pete bahkan mobil pribadi di parkir dengan rapinya tanpa harus khawatir akan kehilangan penumpang. Tapi saya tidak menanggapinya malah semakin menikmati ceritanya seiring bergantinya lagu ke Kangen Band “empat belas hari,, aku menunggumu…. Na..na..na”

“Coba kau pikirkan.. coba kau renungkan.. apa yang kau inginkan telah aku berikan… na..na..” saya mulai mengikuti lirik lagu yang membuat Kangen Band semakin menunjukan eksistensinya di blantika music Indonesia. Sambil sedikit sombong ia berkata bahwa sebenarnya dulu ia pernah bekerja sebagai Buruh Pelabuhan di pelabuhan kota lama tempat bersandarnya kapal Ilologading, Imalombasi, Paelangkuta, Bawakaraeng, dan masih banyak lagi kapal2 berlabuh di daerah itu… (Kapal-Kapal itu sekarang dimana dii??) dengan sedikit mengandalkan otot dada dan lengan yang besar serta tampang sangar ia juga berperan sebagi preman yang memalak penjual gogos dan telur rebus yang menanti kapal yang sandar dari Bau-Bau di waktu subuh. Mendengar ceritanya membuat ngantukku jadi hilang... wiiieeessshhh jagonya juga ini orang .. ingatan saya melayang pada Buruh pelabuhan Bau-Bau kalau tidak salah nomor punggungnya 34 (ceritanya temanku) yang mampu membeli sebuah Hp Nokia tipe N70 milik temanku dengan bermodalkan otot dan semangat untuk memiliki Hp mahal walau second.. dalam hitungan kurang dari 2 jam ia membayar 1.200.000 dengan lunas tanpa harus memalak ..kalau kita bandingkan, harga ini sebanding dengan sebulan gaji PNS golongan 2.. heheheh… mantabs..

Sebenarnya kalau telah tiba di Kendari saya jadi malas untuk mengingat Bau-Bau, karena dengan mengingat Bau-Bau rindu pada Istri yang gigih berjuang ut tetap menjadi wanita terbaik dimataku dan anakku yang mulai belajar menari (menarinya masih di kereta krna lom pintar jalan) membuat asmaku kembali kambuh karena rindu… hmmm… apalagi lagu Ridho Roma “penyakit Cinta” saat ini sedang melantun di telingaku hehehe… lagu ini lah yang selalu membuat Gadisku ingin cepat belajar menyanyi dan menari.. (hehehe kampungan dii ) kalau sudah begini yaa pulang lah saya 3 atau 4 hari kemudian. Ngomong-ngomong tentang perjuangan istri, Pak sopir ini juga bercerita tentang istrinya yang sehari-harinya berdagang sembako kecil kecilan di pasar sentral kota lama, mereka memiliki petak jualan yang cukup dapat membatunya dalam penghasilan dan peningkatan ekonomi keluarganya. Namun sayang sekarang pasar itu oleh kebijakan pemerintah Kota telah dirubuhkan dan rata dengan tanah, mereka kemudian di pindahkan ketempat lain yang hasilnya tidak seberapa namun tetap saja dikenai retribusi pemkot yang lebih tinggi di banding tempat sebelummya. Kasihan memang terkadang kebijakan hanya memikirkan bagaimana masyarakatnya bisa modern dengan cepat tanpa mempertimbangakan konsekuensi dari moderinsasi itu sendiri. Bukankah Pasar lama adalah salah satu jantung perekonomian kota ini… seandainya pasar lama jangan di bongkar tapi di percantik penataannya seperti pasar Wameo tentu ia dapat berfungsi sebagai perputaran ekonomi dan juga sebagai tempat wisata. Perlahan bibirkupun mulai melantunkan lagu D’Masiv.. “sepahit apa yang ada… hidup adalah anugrah .. tetap jalani hidup ini… melakukan yang terbaik..” walau janggut tipis Ridho Roma masih menggelitik telingaku…

Perjalanan menuju Kostsanku semakin menyenangkan ketika ia bercerita tentang Kendari Teater yang beralih fungsi menjadi Panti Pijat dengan nama MELODY KARAOKE “Pijat Refleksi”. Pak Sopir ini bercerita kalau ia sering berkunjung di tempat itu… “yaa sambil memandang paha mulus lah… hitung-hitung refresing setelah setiap malam liat paha istriku yang hitam, besar dan berlemak..” begitu katanya hehehehe…. “Kalau saya masuk ke tempat itu selalu gratis karena kepala keamananya kemenakanku… coba-coba mi..tp minumannya sa harus bayar nda enak too… Cantik-Cantik hae… cewenya” ia menambahkan lagi. Rindupun melayang kembali pada Gadisku ketakutanku berkecamuk dlm otak… bagai mana dia…. Apakah ku siap…. Apa yang harus ku lakukan… Sedang apa dia … ia pasti sudah tidur sambil ditemani suara khas Mus Muliadi yang suka membisikan lagu Keroncong “Juwita Malam” di telinganya.

Eeeehhhh… kiri pak !!!... Aduh lewat…

Rabu, 16 Desember 2009

analisis strategi peningkatan PAD kota Bau-Bau

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Krisis ekonomi dan kepercayaan yang melanda Indonesia di satu sisi telah membawa dampak pada tingkat kemiskinan, namun di sisi lain krisis tersebut telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total diseluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia.

Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang muncul sebagai jawaban untuk memasuki era baru, keluar dari krisis ekonomi dan kepercayaan yang diderita bangsa. Untuk itu MPR-RI mengeluarkan Ketetapan Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Di samping adanya perubahan Undang-undang Dasar 1945, TAP MPR tersebut merupakan landasan hukum perubahan undang-undang pemerintahan daerah juga berkali-kali mengalami perubahan yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kemudian dirubah lagi dengan undang-undang Nomor 12 tahun 2008, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah diganti dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan Daerah yang akan membawa perubahan dasar pada pola hubungan pemerintahan antar pusat-daerah dan keuangan pusat dan daerah.

Kehadiran kedua Undang-undang ini, menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dari daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnya menanggapinya dengan rasa khawatir dan was – was.

Kekhawatiran beberapa daerah tersebut dapat dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah .

Persoalan kemandirian pemerintah daerah ini disebabkan oleh masalah makin membengkaknya biaya yang dibutuhkan pemerintah daerah untuk pelayanan publik (fiscal need), sementara laju pertumbuhan penerimaan daerah (fiscal capacity) tidak mencukupi (Suwandi, 2004:3), sehingga terjadi kesenjangan fiskal (fiscal gap). Oleh karena itu pemerintah daerah harus melakukan upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity) untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat dalam rangka mengatasi kesenjangan fiskal.

Peningkatan kapasitas fiskal daerah ini pada dasarnya adalah optimalisasi sumber–sumber penerimaan daerah yang salah satunya adalah peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Langkah penting yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung potensi pendapatan asli daerah yang riil dimiliki daerah (Mardiasmo dalam Ilyas, 2003:20). Untuk itu diperlukan metode penghitungan potensi PAD yang sistematis dan rasional dimana PAD ini merupakan indikator bagi pengukuran tingkat kemampuan keuangan daerah.

Menurut Widayat (1994:31) faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :

1. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB);

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah;

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya;

4. Adanya kebocoran-kebocoran;

5. Biaya pungut yang masih tinggi;

6. Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan;

7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

Menurut Jaya (1996:5) beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut :

1. Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah;

2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;

3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;

4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme;

5. Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.

Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa masalah rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada unsur perpajakan. Lebih jauh mengenai perpajakan dan permasalahannya perlu dikemukakan pendapat Reksohadiprodjo (1996:74-78), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, di antaranya adalah adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya, dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi.

Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Kaho (1997:34-36) bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. faktor manusia;

2. faktor keuangan;

3. faktor peralatan;

4. faktor organisasi dan manajemen.

Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai PAD yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri.

Tingkat kemampuan Kota Bau-Bau sebagai daerah otonom yang baru dibentuk berdasarkan Undang – undang Nomor 13 Tahun 2001, bila dilihat dari perolehan PAD tahun 2005 sebesar Rp. 7. 945. 825. 377, dengan APBD sebesar 178.671.117.000 jadi sumbangan PAD terhadap APBD hanya 4.45%, pada tahun 2006 PAD sebesar Rp 8. 962. 542. 100, dengan APBD sebesar 279.511.013.700, atau sumbangan PAD terhadap APBD berkisar 3,20%, dan pada tahun 2007 sebesar 11.460.674.100, dengan APBD sebesar 313.420.036.249, atau sumbangan PAD terhadap APBD berkisar 3,65%, kemudian pada tahun 2008 sebesar Rp 14.166.551.839,00 dengan APBD sebesar 341.019.508.306 atau sumbangan PAD terhadap APBD sebesar 4,15% dan pada tahun 2009 sebesar 19.380.294.898, dengan APBD sebesar Rp 384.951.051.704 atau sumbangan PAD terhadap APBD sebesar 5,03% (sumber ; Dinas PPKAD Kota Bau-Bau) dalam hal ini PAD Kota Bau-Bau terus menunjukkan adanya kenaikan. Namun demikian, APBD Kota Bau-Bau juga terus meningkat sehingga belum mampu melepaskan ketergantungan pada pemerintah pusat, hal ini di karenakan kontribusi PAD terhadap APBD masih sangat kecil.

Berdasarkan uraian-uraian di atas di samping juga faktor status Kota Bau-Bau sebagai salah satu daerah yang masih muda dengan segala keterbatasan kemampuan keuangan yang dimilikinya, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kondisi dan dinamika kemampuan keuangan Kota Bau-Bau dengan judul :

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BAU-BAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA”.

1.2 Keaslian Penelitian

Disadari bahwa penelitian mengenai strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya sudah banyak dilakukan, namun demikian penelitian yang sama dan secara khusus di Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Saragih (1996) mengatakan bahwa peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan masih rendah meskipun perolehannya setiap tahun mengalami peningkatan.

2. Lains (1995) meneliti tentang keuangan dan pembangunan daerah di Sumatera Barat. Menurut Lains kemampuan pembiayaan dengan PAD dalam pelaksanaan pembangunan daerah sangat kecil atau dengan kata lain sebagian besar pembiayaan dasar dibiayai oleh Pemerintah Pusat. Kecilnya proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah disebabkan antara lain karena jenis-jenis pajak yang menjadi hak daerah kurang potensial. Lains menyarankan perlu adanya desentralisasi perencanaan dan pelaksanaan pembiayaan serta sistem pajak dengan pemberian wewenang yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah.

3. Lee dan Snow (1997) mengungkapkan bahwa apabila Pemerintah Daerah akan menaikkan penerimaan pajak, maka sebaiknya Pemerintah Daerah memperhitungkan kemampuan membayar dari masyarakat di daerah tersebut dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan politik.

4. Radianto (1997 : 39) penelitian yang dilakukan di Daerah Tingkat II Maluku mengatakan bahwa peranan PAD dalam membiayai pembangunan Daerah Tingkat II Maluku masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Daerah Tingkat II Maluku yang masih berada jauh di bawah rata-rata IKR Daerah Tingkat II secara nasional. Misalnya selama kurun waktu Pelita V (1991/1992-1993/1994) IKR Daerah Tingkat II Maluku berturut-turut adalah sebesar 8,1 persen, 7,3 persen, dan 6,5 persen.

5. Kuncoro (1995) memfokuskan pengamatannya pada kenyataan rendahnya PAD, sehingga ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah sangat tinggi kepada Pemerintah Pusat. Untuk mengurangi beban subsidi Pemerintah Pusat, Kuncoro menganjurkan diberikannya otonomi keuangan daerah yang relatif luas, sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri dan memanfaatkannya secara optimal.

6. Lebih lanjut Kuncoro (1995) mengungkapkan bahwa PAD menunjukkan kontribusi yang sangat rendah terhadap total penerimaan daerah di propinsi di Indonesia rata-rata hanya 15,4 % selama tahun 1984/1985 – 1990/1991. Artinya dibanding dengan PAD, subsidi dari Pemerintah Pusat lebih banyak dalam membiayai pengeluaran daerah. PAD hanya 30 % mampu membiayai pengeluaran rutin. Untuk Daerah Tingkat II, PAD hanya mampu membiayai pengeluaran rutinnya sebesar kurang dari 22 %. Sebagian besar Daerah Tingkat II di Indonesia prosentase PAD terhadap total belanja daerah kurang dari 15 %.

7. PAU-SE UGM (2000) yang melakukan penelitian di Kabupaten Magelang menyimpulkan bahwa ketergantungan daerah terhadap sumber penerimaan dari sumbangan dan bantuan Pemerintah Pusat dan dari Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah masih sangat tinggi. Dalam era otonomi daerah akan semakin sulit mendapatkan sumbangan dan bantuan sehingga perlu biaya untuk meningkatkan pendapatan daerah sendiri, terutama dari pajak daerah dan retribusi daerah.

8. Miller dan Russek (1997) meneliti semua negara bagian di Amerika Serikat mengenai struktur pajak dan pertumbuhan ekonomi, dan menemukan bahwa pajak dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasinya adalah Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus dapat mendorong penerimaan melalui pajak dan menggunakannya secara tepat untuk membiayai pengeluaran yang bersifat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada kajian yang dilakukan yang lebih pada peranan pendapatan asli daerah (PAD), sedangkan dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada strategi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), lokasi, waktu, dan alat analisis yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut, sejauh pengamatan dan pengetahuan peneliti maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan di Kota Bau-Bau.

1.3 Permasalahan

1.3.1 Identifikasi Masalah

Dalam membangun kemandirian fiskal daerah, Pemerintah Kota Bau-Bau masih mengalami masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Rendahnya kemampuan keuangan (kapasitas fiskal) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dilihat dari struktur APBD yang tidak sebanding dengan tingginya kebutuhan fiskal.

2) Tingginya ketergantungan Pemerintah Kota Bau-Bau terhadap bantuan Pemerintah Pusat dilihat dari besarnya dana perimbangan dibanding dengan pendapatan asli daerah.

3) Rendahnya motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah dilihat dari kecilnya penerimaan sektor pajak dan retribusi daerah.

4) Sulitnya mengidentifikasi potensi daerah sebagai dasar kebijakan bidang keuangan daerah yang terlihat dari sedikitnya sumber-sumber penerimaan.

5) Belum adanya suatu strategi keuangan daerah yang secara dinamis mampu membantu mensimulasikan dan menguji kebijakan keuangan daerah yang akan diambil.

6) Tingginya laju pertumbuhan biaya pelayanan publik tidak dapat diimbangi laju pertumbuhan penerimaan daerah sehingga kesenjangan fiskal semakin lebar.

1.3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah strategi peningkatan PAD Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara ?

b. Bagaimanakah straetegi keuangan Kota Bau-Bau dengan adanya kebijakan Pemerintah Kota Bau-Bau dibidang keuangan daerah ?

c. Bagaimanakah kebijakan Pemda Kota Bau-Bau dalam meningkatkan kemampuan keuangan Kota Bau-Bau ?

1.3.3 Pembatasan Masalah

Mengingat sangat kompleksnya aspek-aspek yang mempengaruhi keuangan daerah terutama dalam kaitannya dengan variabel perekonomian daerah dan anggaran pemerintah pusat, maka diperlukan adanya pembatasan yang akan mengarahkan jalannya penelitian ini. Untuk itu dalam penelitian ini, hanya membahas tentang strategi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.4.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi peningkatan PAD Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Menganalisis strategi peningkatan PAD Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Menganalisis strategi keuangan kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Menganalisis kebijakan peningkatan kemampuan keuangan Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.5 Kegunaan Penelitian

a. Bagi aspek keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumber pemikiran yang baru berdasarkan pendekatan analisis SWOT guna menambah khasanah pengetahuan di bidang ilmu pemerintahan daerah khususnya menyangkut kajian kebijakan keuangan daerah.

b. Bagi aspek praktis, Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi bagi Pemerintah Kota Bau-Bau sebagai acuan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pada masa yang akan datang. Kebijakan yang diambil tersebutpada akhirnya ditujukan untuk peningkatan peranan PAD dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

1.6 Kerangka Pikir

Salah satu kegiatan yang penting dalam Perencanaan Strategis adalah identifikasi dan/atau klarifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut adalah kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki organisasi, faktor-faktor ini merupakan factor yang berada di lingkungan lingkungan internal organisasi. Sementara faktor peluang dan ancaman yang dihadapi dan/atau harus diatasi suatu organisasi berada dalam lingkungan eksternal organisasi.

Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana Santoso (1995:20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah.

Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000:5) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.

PAD merupakan sumber keuangan daerah yang sangat mempengaruhi karena sebagai pendapatan yang dihasilkan sendiri dan dimanfaatkan secara leluasa oleh daerah, sehingga PAD perlu mendapat perhatian khusus oleh pemda setempat dalam rangka mengurangi ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat, sebab harus diakui bahwa meskipun otonomi daerah telah berlangsung, namun ketergantungan daerah terhadap pusat tetap tinggi yang tercermin dari lebih besarnya jumlah subsidi (DAU) terhadap PAD dalam APBD, yang berarti PAD masih sangat kecil kontribusinya bagi pembiayaan pembangunan daerah.

Selanjutnya menurut Mardiasmo (2003:140) sumber-sumber PAD terdiri dari beberapa unsur yaitu;

1. Hasil pajak daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

4. Hasil lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

SUMBER-SUMBER PAD

1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil Perusahaan Daerah dan pengelolaan Kekayaan Daerah

4. PAD lain-lain yang sah

Menurut Mardiasmo, (2003:140)

ANALISIS SWOT

1. Kekuatan (Strengths)

2. Kelemahan (Weaknesess)

3. Peluang (Opportunities)

4. Ancaman (Threats)

PENINGKATAN PAD