SELAMAT DATANG DI BLOG BERBEDA DARI YANG LAIN

APA YANG ADA INGIN UNGKAP, RASAKAN, DISKUSIKAN....
SILAHKAN MUNGKIN DISINI KITA BISA TUKAR PANDANGAN DAN PENDAPAT....

Minggu, 20 Desember 2009

KOTA LAMA KENDARI DARI BIBIR SOPIR PETE-ETE

KOTA LAMA KENDARI DARI BIBIR SOPIR PETE-PETE
Sebagai orang baru didaerah ini (tahun 1998 sa kenalan dgn yang namanya kendari) Saya tingal kurang lebih 15 km dari kota lama. Jadi kalo saya tiba lagi dari Bau-Bau secara otomatis suka tidak suka atau apalah … saya harus naik pete-pete agar bisa sampai ke kamar kost dengan hemat.

Suatu hari (saya lupa tepatnya tanggal berapa) ketika baru tiba dari Bau-Bau waktu itu hampir tengah malam kapal Sagori bersandar di pelabuhan kendari (maklum kena lagi penyakitnya), dengan agak buru-buru saya mencari Pete-Pete yang dapat ku tumpangi tapi yang tersisa tinggal kursi depan di samping pak sopir Pete-Pete… sejujurnya saya tidak terlalu suka duduk di samping pak sopir dikarenakan setiap penumpang yang turun dan akan membayar ongkos Pete-Pete selalu saja tangannya hampir menyenggol hidungku yang minimalis ini…phhhhfff… tapi mau di apa Aheng terus memaksaku naik….

Dalam perjalanan sambil diiring lagu ST12 “satu jam saja…. ku telah bisa,,, cintai ,,kamu,,kamu,, kamu” membuat mataku mengantuk dan inginnya cepat-cepat sampai di kamarku membuang diri dikasur robek yang sponnya hampir keluar semua… pak sopir itu mengusikkuu dengan cerita-cerita ttg apa saja termasuk pengalamannya menjadi sopir pete-pete yang ngakunya lebih 10 thn ia jalani (weiishhh seniornya..) dari menyimak ceritanya saya menarik kesimpulan begitu kerasnya kehidupan di Kota kendari ini, dan banyaknya permasalahan perkotaan yang harus ia hadapi sebagai Sopir Pete-Pete, apalagi jika Kapal Cepat (Sagori atau Superjet) telah bersandar maka ia harus begitu lincah memarkirkan mobilnya di parkiran liar diluar pagar pelabuhan untuk antri penumpang (mslahnya kalo dlm pelabuhan di samping sempit parkirannya juga harus harus di bayar de..) belum lagi rebutan penumpang antara Ojek, Taksi dan Pete-Pete nakal yang tidak mau antri. Saya jadi teringat dengan pelabuhan Bau-Bau yang memiliki parkiran yang lapang dimana Ojek, Taksi, Pete-pete bahkan mobil pribadi di parkir dengan rapinya tanpa harus khawatir akan kehilangan penumpang. Tapi saya tidak menanggapinya malah semakin menikmati ceritanya seiring bergantinya lagu ke Kangen Band “empat belas hari,, aku menunggumu…. Na..na..na”

“Coba kau pikirkan.. coba kau renungkan.. apa yang kau inginkan telah aku berikan… na..na..” saya mulai mengikuti lirik lagu yang membuat Kangen Band semakin menunjukan eksistensinya di blantika music Indonesia. Sambil sedikit sombong ia berkata bahwa sebenarnya dulu ia pernah bekerja sebagai Buruh Pelabuhan di pelabuhan kota lama tempat bersandarnya kapal Ilologading, Imalombasi, Paelangkuta, Bawakaraeng, dan masih banyak lagi kapal2 berlabuh di daerah itu… (Kapal-Kapal itu sekarang dimana dii??) dengan sedikit mengandalkan otot dada dan lengan yang besar serta tampang sangar ia juga berperan sebagi preman yang memalak penjual gogos dan telur rebus yang menanti kapal yang sandar dari Bau-Bau di waktu subuh. Mendengar ceritanya membuat ngantukku jadi hilang... wiiieeessshhh jagonya juga ini orang .. ingatan saya melayang pada Buruh pelabuhan Bau-Bau kalau tidak salah nomor punggungnya 34 (ceritanya temanku) yang mampu membeli sebuah Hp Nokia tipe N70 milik temanku dengan bermodalkan otot dan semangat untuk memiliki Hp mahal walau second.. dalam hitungan kurang dari 2 jam ia membayar 1.200.000 dengan lunas tanpa harus memalak ..kalau kita bandingkan, harga ini sebanding dengan sebulan gaji PNS golongan 2.. heheheh… mantabs..

Sebenarnya kalau telah tiba di Kendari saya jadi malas untuk mengingat Bau-Bau, karena dengan mengingat Bau-Bau rindu pada Istri yang gigih berjuang ut tetap menjadi wanita terbaik dimataku dan anakku yang mulai belajar menari (menarinya masih di kereta krna lom pintar jalan) membuat asmaku kembali kambuh karena rindu… hmmm… apalagi lagu Ridho Roma “penyakit Cinta” saat ini sedang melantun di telingaku hehehe… lagu ini lah yang selalu membuat Gadisku ingin cepat belajar menyanyi dan menari.. (hehehe kampungan dii ) kalau sudah begini yaa pulang lah saya 3 atau 4 hari kemudian. Ngomong-ngomong tentang perjuangan istri, Pak sopir ini juga bercerita tentang istrinya yang sehari-harinya berdagang sembako kecil kecilan di pasar sentral kota lama, mereka memiliki petak jualan yang cukup dapat membatunya dalam penghasilan dan peningkatan ekonomi keluarganya. Namun sayang sekarang pasar itu oleh kebijakan pemerintah Kota telah dirubuhkan dan rata dengan tanah, mereka kemudian di pindahkan ketempat lain yang hasilnya tidak seberapa namun tetap saja dikenai retribusi pemkot yang lebih tinggi di banding tempat sebelummya. Kasihan memang terkadang kebijakan hanya memikirkan bagaimana masyarakatnya bisa modern dengan cepat tanpa mempertimbangakan konsekuensi dari moderinsasi itu sendiri. Bukankah Pasar lama adalah salah satu jantung perekonomian kota ini… seandainya pasar lama jangan di bongkar tapi di percantik penataannya seperti pasar Wameo tentu ia dapat berfungsi sebagai perputaran ekonomi dan juga sebagai tempat wisata. Perlahan bibirkupun mulai melantunkan lagu D’Masiv.. “sepahit apa yang ada… hidup adalah anugrah .. tetap jalani hidup ini… melakukan yang terbaik..” walau janggut tipis Ridho Roma masih menggelitik telingaku…

Perjalanan menuju Kostsanku semakin menyenangkan ketika ia bercerita tentang Kendari Teater yang beralih fungsi menjadi Panti Pijat dengan nama MELODY KARAOKE “Pijat Refleksi”. Pak Sopir ini bercerita kalau ia sering berkunjung di tempat itu… “yaa sambil memandang paha mulus lah… hitung-hitung refresing setelah setiap malam liat paha istriku yang hitam, besar dan berlemak..” begitu katanya hehehehe…. “Kalau saya masuk ke tempat itu selalu gratis karena kepala keamananya kemenakanku… coba-coba mi..tp minumannya sa harus bayar nda enak too… Cantik-Cantik hae… cewenya” ia menambahkan lagi. Rindupun melayang kembali pada Gadisku ketakutanku berkecamuk dlm otak… bagai mana dia…. Apakah ku siap…. Apa yang harus ku lakukan… Sedang apa dia … ia pasti sudah tidur sambil ditemani suara khas Mus Muliadi yang suka membisikan lagu Keroncong “Juwita Malam” di telinganya.

Eeeehhhh… kiri pak !!!... Aduh lewat…

Tidak ada komentar: