SELAMAT DATANG DI BLOG BERBEDA DARI YANG LAIN

APA YANG ADA INGIN UNGKAP, RASAKAN, DISKUSIKAN....
SILAHKAN MUNGKIN DISINI KITA BISA TUKAR PANDANGAN DAN PENDAPAT....

Selasa, 15 Desember 2009

Filsafat Ilmu dan Metode Panelitian Administrasi

Tugas Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian Administrasi

Jawab :

1. Aktifitas berfilsafat menurut Kattsof (1996) dilakukan untuk menghindari perbudakan akali. Perbudakan akali adalah suatu cara untuk mengauskan akal pikiran sehingga akal pikiran tersebut tak lagi dapat bekerja. Perbudakan akali menggiring orang-orang untuk percaya begitu saja terhadap sesuatu hal. Dalam perbudakan akali, orang-orang ditakut-takuti bahwa bila ia mempersoalkan hal itu secara lebih jauh, maka ia akan tiba pada suatu kekacauan pikiran. Kondisi yang terjadi bahawa akal mausia telah diperbudak oleh nafsu untuk menguasai dan menghabiskan apa yang ada, tanpa berpikir bagaimana untuk dapat mengembalikannya lagi. Padahal, bagi Kattsoof kekacauan pikiran terjadi karena adanya keprecayaan-kepercayaan yang tidak serasi, bukan karena pikiran yang hati-hati. Kepercayaan-kepercayaan dibuat hanya semata-mata untuk meloloskan suatu kepentingan tertentu sehingga manusia dapat terjebak pada perbudakan pola pikir. Seperti yang terjadi sekarang ini, pada saat para filsuf dan ilmuwan kita butuhkan untuk dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dengan pemikiran-pemikiran bijak dan arif, tetapi justru para ilmuwan dan para filsuf berbalik profesi menjadi praktisi dan selalu berpikiran instant untuk segala hal yang justru perlu perenungan kebijakan dan kearifan berpikir. Para ilmuwan sekarang telah diperbudak oleh cara-cara berpikir praktis yang menggampangkan semua hal tanpa mau tau akan kendala-kendala yang mungkin dihadapai atau tanpa mengantisipasi hal-hala yang mungkin saja akan terjadi, dan kehilangan kearifan berpikir seperti yang diharapkan, mereka lebih mempercayai hal-hal yang hanya mengulang-ulang setiap kebijakan dan cara berpikir kuno yang notabene sudah tidak layak lagi di konsumsi oleh masyarakat sekarang ini. Masyarakat butuh model-model pemikiran baru yang menawarkan solusi yang masuk akal dengan berdasar pada suatu pandangan tentang dunia yang memliki pemahaman fundamental mengenai berbagai sisi realitas sehingga dapat mencapai hakikat yang terdalam. Kemudian akan lahir sebuah pemikiran-pemikiran rasional, sistematis dan komprehensif. Para filsuf dan ilmuwan sudah tidak lagi berpegang pada idealisme berpikir karena mereka telah terpengaruh oleh pola pemikiran yang mengarah pada kepentingan salah satu pihak, dan setiap model pemikiran yang ditawarkan seakan sudah tidak layak lagi diterima. Fuad Hasan justru memandang manusia adalah mahluk kreatif yang selalu melakukan hal-hal yang bersifat iseng dan selalu usil terhadap keadaan. Karena iseng dan usil itulah para ilmuwan seakan-akan ingin berpikir lebih praktis tentang fenomena yang ada, spekulasi pemikiran manusia yang selalu memberikan resiko yang sangat besar bagi keadaan masyarakat, karena para ilmuwan dan filsuf hanya berpikir bagaimana hasil yang diciptakan dan tidak pernah berpikir tentang dampak yang akan terjadi setelah itu. Manusia selalu berpikir untuk melampaui realitas dan terdorong untuk selalu melampaui diri, dan hal ini lah yang membentuk pribadi. Tapi yang menjadi fenomena sekarang ini cara pembentukan pribadi para cendekia, filsuf, dan ilmuwan selalu mengarah pada hal-hal yang praktis dan tidak pernah berpikir dinamis dalam memahami sekitarnya. Arah pemikiran yang tidak seimbang dengan realita membuat manusia semakin terpuruk dalam krisis, hal ini di sebabkan karena tidak adanya panutan dan tempat belajar bagaimana cara memahami sekitar dan pembentukan pribadi sudah tidak terkontrol lagi oleh cara-cara berpikir bijak dan arif. Sedangkan kita ketahui bahwa pengetahuan didasari oleh pengenalan fakta, terutama pada sejumlah fakta yang tersusun menjadi dasar-dasar perilku manusia. Sehingga yang terjadi sekarang setiap manusia berpikir siapa yang kuat maka dialah yang diatas, tidak pernah lagi mau berpikir tentang pengetahuan dan bagaimana proses untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Kebenaran hakiki yang dimaksud disini adalah kebenaran ilmiah yang didukung oleh bukti-bukti masuk akal yang secara nyata menunjukan suatu fakta yang tidak diragukan lagi, dengan bermodalkan serangkaian perangkat berpikir filsafati, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan yang dapat membantu menyelesaikan masalah dengan bijaksana, membuat manusia lebih hidup lebih tanggap terhadap diri dan lingkungannya, serta membantu manusia untuk dapat mengetahui mana yang pantas ditolak dan mana yang pantas disetujui.

Berpikir ilmiah mepunyai keterbatasan, tetapi tetap jauh lebih baik dari pada berpikir non-ilmiah, karena berpikir ilmiah memiliki keunggulan yaitu kebenaran ilmiah merupakan kebenaran yang disertai bukti-bukti serta metode-metode ilmiah sedangkan berpikir non ilmiah kebenarannya tidak mutlak dan selalu ketergantungan pada cirri-ciri dan realita tanpa memperdulikan kebenaran yang hakiki akan sesuatu hal. Cara berpikir ilmiah memilikiketerbatasan, ia terbatas pada teori-teori yang telah dibiktikan kebenarannya melalui penelitian-penelitianyang telah dilakukan oleh orang lain maupun yang telah dilakukannya sendiri. Banyak orang sering mengeluarkan pendapat atau statement tanpa dapat membuktikan nilai kebenaran dari apa yang diucapkan, pernyataan-pernyataan seperti ini sering kali menyesatkan pola pikir manusia sehingga manusia lebih bnyak untuk berpikir praktis dari pada harus berpikir yang ilmiah. Kebenaran ilmiah yang dianut seseorang dapat merubah cara berpikir seseorag menuju kearah kebenaran yang hakiki. Untuk itu setiap perkataan yang tidak jelas teori dan akar ilmiahnya membuat kesesatan berpikir dan arah pemikirannya masuk dalam perbudakan akali yang malas dan selalu memikirkan hal-hal yang tidak jelas kebenarannya untuk dapat mempengaruhi orang lain. Seperti pada zaman sebelum masehi, orang masih beranggapan bahwa dunia ini datar dan para pelaut takut mengarungi lautan karena alasan ia akan sampai ke ujung dunia dan tidak dapat kembali lagi. Kesesatan berpikir ini lama mempengaruhi otak manusia pada waktu itu, maka suatu waktu diadakannya sebuah penelitian untuk membuktikan hal ini, dan terbukti bahwa dunia ini ternyata bundar, setelah itu diperkuat lagi dengan adanya foto satelit yang menggambarkan bentuk bumi yang sebenarnya secara utuh. Berpikir non ilmiah selalu bersifat membutakan kebenaran yang ada. Pembodohan yang terjadi dikalangan masyarakat karena kurangnya mengetahui hal-hal yang berbau ilmiah sehingga otak mereka terkungkung dalam duatu pemikiran praktis tanpa memikirkan apa yang seharusnya dan sebaiknya untuk dilkakukan. Manusia cerdas adalah manusia yang paham akan gejala-gejala alam yang dibuktikan secara ilmiah memang seakan cara berpikir seperti ini seakan akan menutup diri dan berkosentrasi pada pencarian kebenaran yang sebenarnya tanpa mau percaya akan adanya kebenaran yang berlaku dimasyarakat yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Adat istiadat dan kebiasaan dan kepercayaan masyarakat dianggapnya sesuatu yang tidak masuk akal dan harus segala sesuatunya dikaji secara ilmiah.

3. Paradigma Penelitian Kuantitatif : Penelitian kuantitatif bersumber dari filsafat positivism yang diperkenalkan oleh Auguste Comte yang dianggap sebgai peletak dasar positivism memperkenalkan “hukum tiga jenjang” perkembangan intelektual manusia yakni; jenjang teologi, metafisika dan positivis. Hal ini tercermin dari cara manusia menjelaskan berbagai gejala social ekonomi. Manusia pada jenjang pertama mengacu kepadahal-hal yang bersifat adikodrati; pada jenjang ke dua mengacu pada kekuatan-kekuatan metafisika, dan pada jenjang ketiga mengacu pada deskripsi dan hukum-hukum ilmiah. Positivism tidak mengakui – atau setidaknya mengangap rendah – hal-hal yang diluar empiris-sensual manusia. Menurut paham positivis, sumber kebenaran semata-mata berasal dari realitas empiris sensual. Bertolak dari hukum ilmiah, positivism menekankan bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus mengarah pada kepastian dan kecermatan. Menurut Comte, sarana yang dapat dilakukan untuk melakukan kajian ilmiah ialah; pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Jadi, positivism tidak mempertentangkan antara logika induktif atau deduktif, melainkan lebih menekankan fakta empiris yang menjadi sumber teori dan penemuan ilmiah. Muhadjir (2000) menegaskan, pemahaman intelektual dan kemampuan argumentative perludidukung data empiric yang relevan, agar produk ilmu yang berlandaskan resionalisme betul-betul ilmu bukan fiksi. Bagi rasionalisme fakta empiric bukan hanya yang sensual, melainkan ada empirik logik, empirik teoritik, dan empirik etik. Misalnya; ruang angkasa, peninggalan sejarah masa lampau, dan jarak sekian juta cahaya, semuanya merupakan realitas tetapi tidak mudah dihayati secara sensual melainkan dapat dihayati secara teoritik. Karena itu, rasionalisme mengakui realitas empiric teoritik dan empiris logik. Bertolak dari pola pikir rasionalisme, variabel penelitian tidak bisa dipahami secara fragmentatif, melainkan harus dipahami sacara holistic dalam seuatu kerangka nilai dan sistem sosio-kultural, politik dan ekonomi. Karena itu, diantara kritik rasionalisme terhadap positivisme ialah; (a) positivisme cenderung mengabaikan pencarian makna dibalik empiris sensual sehingga hasil-hasil penelitian menjadi kehilangan makna; (b) positivism terlalu mengunggulkan fakta fragmentatif, sehingga kehilangan konteks sosio-kultural hasil-hasil penelitian; (c) positivism bersifat reduksionis karena hanya mengakui fakta empiris yang sensual, padahal disamping yang sensual masih terdapat empiri logik, teoritik, dan etik. Paradigma Kualitatif ; paradigma penelitian kualitatif di ilhami falsafah rasionalisme yang menghendaki adanya pembahasan holistik, sestematik, dan mengungkapkan makna dibalik fakta empiris sensual. Secara epistemologis, metodologi penelitian dengan pendekatan rasionalistik menuntut agar obyek yang diteliti tidak ilepaskan dari konteksnya; atau setidaknya obyek yang diteliti dengan fokus atau aksentuasi tertentu. Tetapi tidak meneliminasi konteksnya. Menurut Moleong (1989), penelitian kualitatif bertolak dari paradigma alamiah. Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa realitas empiris terjadi dalam suatu konteks sosio-kultural, saling terkait satu sama lain. Karena itu, setiap fenomena sosial harus diungkap secara holistik. Sebaliknya penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivistik ilmiah. Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara obyektif yang mengrah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993;3). Karena itu paradigm ilmiah-positivisme melahirkan berbagai bentuk percobaan, perlakuan, pengukuran dan uji-uji statistik. Penelitian kualitatif karena menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif (a priori) melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya. Rangkaiyan fakta dikumpulkan, dikelompokan, ditafsirkan, dan disajikan dapat menghasilkan teori. Karean itu, penelitian kualitatif tidak bertolak dari teori, tetapi menghasilkan teori, yang disebut grounded theory (teori dari dasar). Sebaliknya penelitian kuantitatif lebih bertolak pada teori, sehingga bersifat reduksionis dan verifikatif, yakni hanya membuktikan teori (menerima atau menolak teori). Penelitian kualitatif menurut moleong (1989), juga dapat dan seringkali tertarik untuk melihat hubungan sebab akibat. Hanya saja, penelitian kuantitatif berusaha mengetahui sebab akibat dalam latar yang bersifat laboratorium-ilmiah, sehingga pengaruh X terhadap Y diusahakan terjadi. Sebaliknya, penelitian kualitatif melihat hubungan sebab akibat dalam suatu latar yang bersifat ilmiah. Peneliti mengamati keaslian suatu gejala social. Kemudian dengan cermat ia menelusuri apakah fenomena tersebut mengakibatkan fenomena lain atau tidak; dan sejauh mana suatu fenomena sosial mengakibatkan terjadinya fenomena yang lain. Antara lain penelitian kualitatif dengan kuantitatif seakan-akan terdapat perbedaan paradigmatik yang tidak ada titik temu. Tetapi sebenarnya antara kedua penelitian itu terdapat perbedaan yang cukup jauh. Justru sebaliknya kini antara keduanya saling mendekat dan melengkapi satu sama lain. Tata pikir logika penelitian positivisme-kuantitatif yang meliputi tata pikir korelasi, sebab akibat, dan tata pikir timbale balik atau interaktif, seperti nampak dalam model uji statistik inferensial, menurut Muhadjir (2000), dapat ditempatkan dalam sebuah grand theory atau grand consept agar data empiric sensual dapat dimaknai dalam cakupannya yang lebih luas.

4. Perbedaan antara logika penelitian dan prosedur penelitian adalah : Logika berkaitan dengan cara atau proses penalaran. Jika proses penelaran berjalan dengan baik maka prose situ disebut logis. Berpikir logis mencakup seuntai rantai penalaran (chain of reasoning). Menurut Irawan (2006).logika penelitian adalah proses penalaran yang dilakukan oleh seorang peneliti, dimana prose situ mencakup beberapa tahapan yang berurutan secara logis dalam bentuk rantai. Prosedur penelitian dilain pihak menunjuk pada tahapan tahapn operasional dan tehnik yang bisa dilakukan oleh seorang peneliti dalam penelitiannya tersebut. Logika dan prosedur penelitian sebenarnya mempunyai esensi yang sama. Keduanya adalah tatanan, pola, atau sistem yang dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. Perbedaannya logika penelitian berada pada ranah konseptual dan abstrak, sedangkan prosedur penelitian berada pada ranah kongkrit-operasional. Didalam penelitian administrasi dan jenis penelitian lainnya, terdapat logika penelitian yang khas. Jika alur logika ini dilanggar maka dipastikan penelitiannya akan gagal dan sia-sia. Demikian juga prosedur pemelitian. Jika presedur penelitian tidak beraturan maka hasilnya juga akan sama, gagal dan sia-sia. Logika penelitian mencakup 5 tahapan logis yaitu ; (1) perumusan permasalahan penelitian (2) penyusunan kerangka teoritik (3) penentuan meodologi (4) analisi data (5) penarikan kesimpulan. Kelima tahapan ini berlaku universal dan tidak harus selalu runtut. Ia berfariasi antara satu penelitian dengan panalitian lain. Setiap tahapan diatas diopersionalkan dalam bentuk prosedur penelitian, sehingga nampak ada keterkaitan antara keduanya. Prosedur yang tercakup didalam setiap tahapan logis penelitian adalah ;

Tahapan Logika 1 ; (perumusan permasalahan penelitian). (1) menjelaskan lara belakang penelitian (2) merumuskan pokok permasalahan (3) menjelaskan keaslian dan kekhasan penelitian (4) menjelaskan tinjauan penelitian (5) menguraikan manfaat penelitian.

Tahapan Logika 2 ; (Merumuskan kerangka teoritik). (1) Melakuka kajian kepustakaan (2) Mengemukakan hasil-hasil kajian terdahulu yang relevan (3) mendefinisikan konsep (4) menyusun kerangka pikir (5) merumuskan hipotesis konseptual.

Tahapan logika 3 ; (Menentukan metodologi penelitian) (1) Memilih pendekatan (2) menentukan populasi dan sampel (3) membuat matriks pengembangan indicator (4) membuat rancangan instrument (5) menentukan rancangan hipotesis statistic (6) menentukan rancangan uji hipotesis dan criteria pengujian (7) membuat jadwal tentatif.

Tahapan logika 4 (menganalisis data) ; (1) mengumpulkan data (2) mengolah data (3) membuat tabulasi data (4) menganalisis data secara triagulasi (5) menafsir data

Tahapan Logika 5 (penarikan kesimpulan) ; (1) menarik kesimpula dari data penelitian (2) membuat generalisasi.

5. Pemahaman metodologis bagi calon Magister Adminisrasi Pembangunan perlu lebih ditekankan pada logika penelitian, bukan pada prosedur penelitian, karena dalam administrasi pembangunan diperlukan logika berpikir atau ia lebih banyak berbicara bagaimana proses pembangunan yang secara logis dilakukan. Dan juga kalau pada ilmu-ilmu sosial lebih banyak berbicara pada ranah konseptual dan abstrak. Dan dan memiliki alur logika penelitian yang khas. jika hal itu di langgar maka sudah bisa di pastikan bahwa penelitian tersebut akan dipastikan gagal. Administrasi merupakan ilmu yang membutuhkan kajian yang sangat mendalam yang memiliki alur berpikir yang sangat luas dan bisa berubah setiap saat. Karena hal-hal yang dipelajari dalam ilmu-ilmu sosial khususnya ilmu administrasi bersifat abstrak dan selalu melihat bagaimana proses sehingga mendapatkan hasil dari penelitian. Sementara itu dalam khasanah kemetodean, rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative approach) berbeda dengn rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif kendatipun dalam aspek-aspek tertemtu mengandung prinsip-prinsip yang sama. Rancangan penelitian dalam pendekatan kuantitatif mungkin sangat ketat, rinci mendefinisikan suatu konsep sejak awal, dan sedikit bersifat ‘kaku” dan sebaliknya kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna dilapangan. Pada administrasi pembangunan dalam menyusun metodologi yang lebih mengarah pada logika penelitian, dan selalu melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada masyarakat dan keaneka ragaman definisi mempengaruhi sudut pandang tertentu sesuai dengan kepentingan yang diharapkan, serta selalu mencerminkan usaha untuk mencapai perkembangan, pertumbuhan serta peningkatan yang terjadi.

Permasalahan penelitian ditempatkan sebagai logika pertama dari proses penelitian karena hal yang utama sebelum melakukan penelitian peneliti harus tau apa permasalahan yang akan diteliti hal ini bisa terungkap jika peneliti terlebih dahulu menjelaskan latar belakang dari penelitian yang akan dilakukan agar tidak bias dalam melakukan penelitian. Langkah pertama yang dilakukan oleh seorang peneliti pengenalan atas sebuah pemasalahan yang dirasakan, rintangan atau masalah yang mengansung pertanyaan peneliti. Hakekat penelitian antara lain terletak pada masalahnya. Memilih dan merumuskan masalah merupakan salah satu diantara aspek-aspek yang terpenting dalam melakukan penelitian dalam bidang apapun. Para peneliti sering kali terkejut ketika menyadari bahwa tahap awal penelitian ini menyita sebagian besar waktu yang dialokasikan dalam kegiatan penelitian. Dalam hal apapun tidak mungkin penelitian dilakukan sebelum maslah penelitiannya diketahui, dipikirkan secara cermat dan dirumuskan secara sistematis. Selain itu permasalhan dapat mnjelaskan bagaimana penelitian itu bisa penting dilihat dari segi profesi peneliti dsb. Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek permasalahan atau variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi dapat diangkat sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu dengan lainnya. Jadi, identifikasi maslah harus menggambarkan permasalahan yang ada dalam topik atau judul penelitian. Seluruh variabel yang dilibatkan dalam penelitian harus dapat tergambar dengan jelas dalam identifikasi masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan pada identifikasi maslah harus dijawab pada bagian hasil penelitian dan pembahasan.

7. Pemilihan permasalahan penelitian perlu mempertimbangkan kesesuaian bidang ilmu peneliti karena sifat dasar yang dimiliki manusia adalah ada rasa ingin tahu atau ingin mendalami pengetahuan yang sebelumnya ia telah ketahui dasarnya menjdi alasan utam hal ini. Diperlukan dalam penelitian pemahaman sementara dalam menentukan permasalahan, serta diperlukan pemahaman kondisi penelitian agar dalam melakukan penelitian para peneliti tidak lagi merasa bingung harus berbuat apa dan lebih menguasai materi-materi yang akan diteliti. Memahami dasar-dasar kajian yang akan diteliti dapat membuat peneliti lebih mudah dalam melakukan penelitian. Dalam pemilihan permasalahan penelitian sangat bersifat pribadi tapi hendaknya mengarah pada bidang yang diminati atau yang ingin diketahui. Bila tidak maka motivasi untuk melakukan penelitian akan terputus ditengah jalan. Pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan lingkungan peneliti pada umumnya kana menentukan pemilihan tema penelitian. Seorang manajer mungkin ingin meneliti tentang kinerja pegawai atau seorang sosiolog tertarik pada budaya perkawinan adat pada suku tolaki mekongga. Pengalaman adalah salah satu di antara sumber-sumber penelitian hamper setiap hari para manajer harus mempelajari dan berupaya untuk mengamati pengaruh praktek-praktek kepemimpinan yang mungkin timbul dari para pegawai. Kalau hasil pengamatannya masuk akal, para manajer harus melakukan penelitian secara kritis tentang validasi asumsi-asumsi mereka dalam kaitannya dengan hubungan antara pengalaman-pengalaman bekerja dengan perubahan perilaku pegawai. Sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada dirinya sendiri dan kemudian mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kemudian dalam melakukan penelitan para peneliti akan berasumsi dengan bebas dalam menuangkan pemikiran-pemikiran yang logis tentang aspek yang sedang diteliti sehingga kebsahan hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan tingkat kebenarannya.

8. Kerangka teoritik adalah penjelasan rasional dan logis yang diajukan oleh peneliti terhadap focus atau obyek penelitian. Kerangka teoritik adalah cara melihat suatu permasalahan dari perspektif ilmiah. Dalam penelitian kuantitatif, kerangka teoritik menggambarkan variabel penelitian dalam hubungannya satu dengan yang lain. Dalam penelitian kualitatif kerangka teoritik adalah gambaran fokus penelitian dalam bentuk konsep-konsep dan keterkaitannya satu sama lain. Dalam penyusunan kerangka teoritik, peneliti merenungkan dan mengkaji tentang esensi penelitiannya. Peneliti mengejukan pertanyaan-pertanyaan, antara lain ; (a) apa makna dari konsep-konsep dan variabel-variabel yang akan diteliti? (b) devinisi mana yang paling cocok untuk penelitian ini? (c) bagaimana hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan orang lain yang relevan dengan penelitian ini? (d) bagaimana dan dalam bentuk apa kerangka logis penelitian ini dapat digambarkan agar mudah dipahami? (e) hipotesis yang bagaimana bisa diajukan?. Penggunaan kerangka teoritik dalam penelitian kualitatif tidak seketat dalam penelitian kuantitatif. Kalau dalam penelitian kuantitatif kerangka teoritik itulah yang menjadi kontrol agar peneliti tidak salah arah, maka dalam penelitian kualitatif kerangka teoritik fungsinya lebih sebagai titik berangkat dan landasan secara ilmiah untuk menganalisis dan memahami realitas yang dipahaminya. Titik berangkat atau landasan ini digunakan dua tahapan ; (1) menemukan focus penelitian dan (2) menganalisis data, membuat kategori-kategori, konsep atau mengintegrasikannya menjadi teori.

Teori adalah seperangkat proposisi yang secara sistematik menjelaskan fakta observasi (Surbakti, 2005). Teori menjawab pertanyaan ‘mengapa’ sehingga yang dilakukan dalam teorisasi ialah menjelaskan mengapa suatu fakta menjadi seperti itu.

Menurut strukturnya teori dibedakan menjadi 3 tingkatan :

a. Grand Theory, adalah teori makro yang berbicara pada level struktur, tidak berbicara pada fenomena mikro.

b. Middle Theory, adalah teori yang berada pada level menengah.

c. Application Theory, adalah teori yang berada pada level mikro dan siap diaplikasikan dalam konseptualisasi.

Apa manfaat kerangka teoritik? Apakah kerangka teoritik harus dibuat pada setiap penelitian? Jika penelitian bersifat sederhana, kerangka teoritik tidak peril dibuat. Tetapi dalam penelitian yang kompleks pembuatan kerangka teoritik bersifat mutlak. Tanpa kerangka teoritik penelitian kita tidak akan jelas arahnya, dan kemungkinan besar kita tidak sampai pada tujuan. Pembuatan kerangka teoritik dapat membantu kita dalam :

a. Mendefinisikan konsep dan variabel penelitian

b. Menjelaskan pola hubungan antar variabel

c. Menentukan desain penelitian

d. Menentukan metode analisis data

e. Menentukan cara penafsiran (interprestasi)

9. Pemilihan metodologi penelitian yang benar penting untuk diperhatikan oleh peneliti, karena metodologi adalah pengetahuan tentang cara (The science of methods). Dalam konteks penelitian metodologi adalah totalitas untuk meneliti dan menemukan kebenaran ilmiah. Metodologi mengacu pada paradigm, pola pikir, metode pengumpulan data, analisis data, sampai pada penafsiran temuan peneltian itu sendiri. Metodologi juga mencakup rasional (alasan-alasan) mengapa semua hal tehnis perlu dilakukan. Untuk itu para peneliti harus hati-hati dalam menentukan metode penelitian dengan cara memperhatikan permasalahan dan kerangka teoritik penelitian, dan sebagian lagi tergantung pada paradigm yang dianut oleh peneliti. Sebuah permasalahan bisa melahirkan dua metodologi yang berbeda jika penelitinya memiliki paradigm berbeda.

Dalam penelitian ilmiah, metodologi (cara) yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan kebenaran adalah sama pentingnya dengan kebenaran itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh :

a. Meodologi akan mendorong seseorang untuk bersifat transparan terhadap peneliti lain. Tranparansi ini baik dalam hal obyek penelitiannya, alat pengumpulan data, sumber data, analisis data, dan cara pengambilan kesimpulan.

b. Metodologi yang transparan dan jelas akan memungkinkan peneliti lain mengulangi penelitian yang sama guna menguji temuan-temuan sebelumnya. Dalam dunia keilmuan, konsensus hanya dapat dicapai jika peneliti lain mempunyai kesempatan untuk mengulangi dan menguji kebenaran penelitian sebelumnya.

c. Metodoogi penelitian dapat berperan sebagai pagar pembatas antara apa yang diteliti dan apa yang tidak diteliti, dan sebagai alat untuk menjelaskan kepada orang lain tentang keterbatasan-keterbatasan penelitian. Peneliti yang baik adalah yang tidak berprestensi bahwa ia telah menemukan kebenaran secara utuh dan tuntas.

d. Dalam hal tertentu metodologi penelitian menjadi alat dalam memanejemeni penelitian. Penelitian adalah proyek, yang harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan ketersediaan sumberdaya.

Untuk itu pemilihan metodologi penelitian harus hati hati karena menentukan kualitas kebenaran dari penelitian yang dilakukan karena mengandung langkah tepat yang akan diambil untuk menjawab hipotesis dan maslah penelitian. Metodologi secara logis mengikuti pernyataan maslah penelitian dalam cara yang sama dengan maslah penelitian mengikuti tinjauan kepustakaan.

Rudestam dan Newton (1992) menyarankan agar mahasiswa memilih masalah yang cocok sebelum memilih metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji maslah tersebut. Tetapi dalam beberapa tesis “metode Penelitian” dalam kenyataannya bisa merupakan topic penelitian. Peneliti bisa jadi ingin mengetahui kemungkinan-kemungkinan tehnik pengumpulan data tertentu atau metode sebelum merumuskan maslah yang sesuai. Tetapi pada banyak kasus metode penelitian yang tepat dirumuskan melalui pertimbangan yang cermat mengenai masalah dan metode yang bisa digunakan untuk menjawab masalah penelitian. Pada akhirnya penelitian bermuara pada penemuan kebenaran dalam tatanan untuk menemukan kebenaran itu, peneliti harus tampil obyektif sepenuhnya. Nilai-nilai, perasaan-perasaan, dan persepsi pribadi tidak dapat di gamitkan dalam pengukuran realitas.

Tidak ada komentar: