SELAMAT DATANG DI BLOG BERBEDA DARI YANG LAIN

APA YANG ADA INGIN UNGKAP, RASAKAN, DISKUSIKAN....
SILAHKAN MUNGKIN DISINI KITA BISA TUKAR PANDANGAN DAN PENDAPAT....

Selasa, 15 Desember 2009

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Lokal kota Bau-Bau

BAB I

PENDAHULUAN

Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan budaya ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Hal ini cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan keputusan (decision maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.

Menurut friedmann, perencanaan akan berhadapan dengan problem mendasar yakni bagaimana teknis pengetahuan perencanaan yang efektif dalam menginformasikan aksi-aksi publik. Atas dasar tersebut maka perencanaan didefinisikan sebagai komponen yang menghubungkan antara pengetahuan dengan aksi/tindakan dalam wilayah publik. Pada prinsipnya friedmann menyatakan perencanaan harus bertujuan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Disisi lain Campbell dan Fainstain (2003:1) menyatakan bahwa dalam pembangunan Kota atau daerah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau demokratis. Dalam konteks tersebut maka pada prakteknya perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan suasana politik kota atau daerah sebab keputusan-keputusan publik mempengaruhi kepentingankepentingan lokal. Hal ini menjadi relevan apabila kekuasaan mempengaruhi perencanaan.

Ketika perencanaan telah dipengaruhi oleh sistem politik suatu kota atau daerah sebagaiman pernyataan di atas, maka sebenarnya yang terjadi adalah wilayah rasional yang menjadi dasar dalam perencanaan telah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan akan menjadi tidak efektif dan efesien, bersifat mendua antara idealisme “kepakaran seorang perencana” atau mengikuti selera atau kemauan-kemauan, sehingga berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan) dan objektif (sasaran) yang dituju.

Disamping itu karena perencanaan merupakan pekerjaan yang menyangkut wilayah publik maka komitmen seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yang terlibat sangat dibutuhkan sehingga hasil perencanaan dapat dibuktikan dan dirasakan manfaatnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perencanaan

Menurut Branch,MC dalam Baja, (2007) perencanaan (merencanakan) merupakan proses mengarahkan kegiatan manusia dan sumber daya alam dengan berorientasi ke masa depan. Kapasitas sumber daya alam bersifat terbatas sedangkan populasi semakin meningkat maka pemanfaatan hendaknya bersifat tepat guna dan tepat sasaran.

Pengertian perencanaan selanjutnya dikemukan oleh Alexander,ER dalam Baja, (2007) adalah suatu kegiatan masyarakat dan organisasi untuk mengembangkan strategi yang optimal terkait tindakan masa depan untuk mencapai seperangkat tujuan yang diinginkan, guna mengatasi permasalahan yang nyata dalam konteks yang kompleks dan di dukung oleh kewenangan dan keinginan untuk mengalokasikan sumber daya. serta bertindak sesuai yang diperlukan untuk melaksanakan strategistrategi yang sudah ditetapkan. Dari beberapa pengertian di atas maka tiga ciri utama perencanaan ( dalam merencanakan) adalah (1) harus menyangkut hari depan ; (2) harus menyangkut tindakan atau aksi ;(3) satu badan tertentu harus bertanggungjawab untuk melakukan tindakan dikemudian hari. Masih banyak pengertian kaitannya dengan perencanaan, hal ini disebabkan karena perencanaan amat dinamis dan berkembang sejalan dengan fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat.

Dengan melihat realitas sosial yang ada sekarang maka dimensi perencanaan telah bergeser dari penekanan hanya pada masalah ekonomi menjadi ke masalah sosial dan budaya masyarakat. Dengan tingginya intensitas kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi semakin dirasa bahwa pembangunan yang ada akan mengancam kelanjutan pembanguan itu sendiri. Hal ini mengilhami suatu pemikiran tentang pentingnya kelestarian lingkungan dan menyertakan pemahaman pada aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan.

Menurut Agussalim dalam handout materi kuliah filsafat dan teori perencanaan bagaimana perencanaan dilakukan secara ringkas disebutkan sebagai berikut : (1) Menentukan tujuan dan sasaran yang menyertakan seluruh warga ; (2) Mengetahui fakta-fakta tentang kondisi yang ada serta memperkirakan apa yang terjadi; (3) Mengkaji pilihanpilihan tindakan yang dapat dilakukan dengan mengingat potensi dan hambatan yang ada ; (4) Menentukan pilihan-pilihan yang terbaik berdasarkan pertimbangan normatif maupun teknis: (5) Mengusulkan rangkaian kebijakan dan tindakan yang perlu diambil; (6) Melakukan sosialisasi, penegakan, pemberian insentif dsb. Serta membantu pelaksanaan secara sistematik dan teratur.

Perencanaan menurut paradigama baru disamping menggunakan kaca mata pendekatan ilmiah (rasionalitas) dituntut juga mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang dalam komunitas masyarakat agar dalam menyusun alternatif kebijakan tepat sasaran dan dapat dilaksanakan.

B. Pengertian Pembangunan Ekonomi Lokal

Strategi pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur ekonomi ini hanya terjadi pada level nasional, sedangkan pada level daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di laur pulau Jawa. (Moch. Rum Alim ; http://www.scribd.com/doc/21237373/Strategi-Pembangunan-Ekonomi-Daerah)

Menurut Herry Darwanto dalam makalahnya yang berjudul ”Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah”, bahwa setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

Menurut Drs. H. Dadang Solihin, MA (http://www.slideshare.net/DadangSolihin) Pembangunan Ekonomi Lokal memiliki beberapa pengertian yaitu :

1. Usaha untuk penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah.

2. Proses di mana pemerintah lokal dan organisasi berbasis masyarakat terlibat dalam mendorong, merangsang, atau memelihara aktivitas usaha dan atau penciptaan lapangan kerja.

3. Sebagai solusi dalam pemulihan dan pengembangan perekonomian nasional, terutama dalam pendayagunaan potensi ekonomi di masing-masing daerah dengan berbasis pada sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakatnya masing-masing.

Menurut Abdul Sani (dalam makalah pembangunan ekonomi daerah dari sector pariwisata) mengatakan bahwa Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Sebagian besar pemikir pembangunan adalah pendukung sistem ekonomi pasar bebas. Dalam sistem pasar bebas campur tangan pemerintah dalam harus seminim mungkin. Tapi ketika membahas pembangunan di negara berkembang para ahli pembangunan tidak keberatan dengan model Keynesian. Model Keynes, 1966 (dalam modul diklat teknis pembangunan ekonomi daerah) memberi kesempatan kepada pemerintah berperan aktif dalam kebijakan dan aktivitas ekonomi. Keterlibatan pemerintah dibutuhkan untuk menutup kelemahan system mekanisme pasar di negara berkembang (market failure). Untuk itu pemerintah harus:

  1. Berperan dalam proses perencanaan dan pembuatan program
  2. Berperan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam rangka pelaksanaan pembangunan
  3. Berperan dalam kebijakan kependudukan

Dari ketiga aspek di atas yang perlu mendapat penanganan serius adalah masalah kependudukan. Laju pertumbuhan penduduk di rata rata negara berkembang lebih tinggi daripada negara maju sebagai akibat tingkat kelahiran alamiah yang cukup tinggi. Oleh karena itu pemerintah harus berupaya mengurangi tingkat kelahiran melalui program keluarga berencana. Peran semacam ini tidak mungkin dibiarkan pada mekanisme pasar atau dikerjakan swasta.

Suatu wilayah secara ekonomi tidak jauh berbeda dengan ekonomi Negara secara menyeluruh. Prinsip prinsip ekonomi umum berlaku dalam konteks negara berlaku pula dalam konteks wilayah. Misalnya, negara membutuhkan dana luar negeri untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri. Dana tersebut bisa berasal dari hasil ekspor atau pinjaman luar negeri. Mekanisme yang sama juga berlaku bagi ekonomi wilayah. Suatu wilayah membutuhkan dana dari luar untuk mendorong kegiatan ekonomi wilayah bersangkutan. Dana yang masuk bisa dari pemerintah pusat, hasil usaha swasta lokal, atau pinjaman swasta lokal. Dari mana pun dana tersebut jika dibelanjakan di wilayah bersangkutan akan mendorong kegiatan ekonomi lokal.

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses menciptakan kemakmuran melalui mobilisasi modal, sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang diminta pasar.

Defenisi lain, agak singkat, dikemukakan Seers yang mengartikan pembangunan ekonomi sebagai sarana realisasi diri seseorang .realisasi diri tercapai, pembangunan harus bisa mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran dan mengurangi ketidaksetaraan.

BAB III

PEMBAHASAN

  1. Gambaran umum Kota Bau-Bau

Terbentuknya Kota Bau-Bau secara otonom dan mandiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 merupakan peluang sekaligus tantangan didalam mengisi pembangunan daerah sebagaimana tuntutan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan kewenangan Otonomi Daerah dimaksud, Pemerintah Kota Bau-Bau dituntut untuk meningkatkan kemandirian melalui prakarsa dan inisiatif didalam menggali potensi sumberdaya yang tersedia untuk sebesar- sebesarnya dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Kota Bau-Bau.

Kota Bau-Bau adalah daerah penghubung (Connecting Area) antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Selain itu bagi masyarakat daerah hinterlandnya (Kab. Buton, Kabupaten Muna, Kab. Wakatobi dan Kab. Bombana), Kota Bau-Bau berperan sebagai daerah akumulator hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut.

Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di bagian Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi koordinat sekitar 0,5015’ hingga 050 32’ Lintang Selatan dan 122046, Bujur Timur. Kota Bau-Bau berada di Pulau Buton, dan tepat terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap Utara. Di kawasan selat inilah aktivitas lalu lintas perairan baik nasional, regional maupun lokal sangat intensif.

Secara fisik, Kota Bau-Bau terletak di Pulau Buton, tepatnya di Selat Buton yang mempunyai aktivitas kelautan yang sangat tinggi batas-batas administrasi, Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga Kabupaten Buton dan Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton.

Luas wilayah daratannya sekitar 221,00 km2 yang tersebar dalam 4 kecamatan dan 38 kelurahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Bau-Bau. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan dinamika pemerintah dan pembangunan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Kokalukuna dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Murhum, wilayah Kota Bau-Bau dibagi menjadi 6 wilayah kecamatan yaitu :

  1. Kecamatan Wolio
  2. Kecamatan Betoambari
  3. Kecamatan Sorawolio
  4. Kecamatan Bungi
  5. Kecamatan Kokalukuna
  6. Kecamata Murhum

Karakteristik Wilayah Kota Bau-Bau untuk wilayah utara cenderung subur dan bisa dimanfaatkan sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu meliputi wilayah Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari. Wilayah selatan cenderung kurang subur diperuntukan bagi pengembangan perumahan dan fasilitas pemerintahan. Sementara wilayah pesisir untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat.

Berdasarkan data kependudukan, sampai dengan bulan Desember 2008 jumlah penduduk Kota Bau-Bau adalah sebanyak 127.743 jiwa, penduduk laki-laki sejumlah 62.986 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 64.757 jiwa. Jumlah penduduk Kota Bau-Bau tahun 2003 sampai dengan tahun 2008.

Kecamatan Murhum yang merupakan pemekaran dari kecamatan Betoambari merupakan kecamatan yang terpadat penduduknya dibanding 5 ( lima ) kecamatan lainnyya dalam wilayah Kota Bau-Bau dengan tingkat kepadatan 6.523 jiwa/Km2. Hal ini disebabkan oleh karena sejak belum dimekarkan wilayah ini menjadi tempat pemukiman sebagian besar penduduk Kota Bau-Bau. Saat ini kecamatan Murhum mencakupi 11 (sebelas) kelurahan terbanyak cakupan kelurahan dibanding kecamatan lainnya. Sampai akhir tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bau-Bau mencapai 127.743 jiwa dengan keragaman etnis yakni; Buton, Muna, Jawa, Bugis/Makassar, Bali dan Toraja. Dipandang dari aspek kesejarahan mulai dari sistem Kerajaan sampai Kesultanan Buton bahkan sampai terbentuk dan berkembang pesatnya pembangunan Kota Bau-Bau, struktur sosial yang beragam disertai keragaman etnis menjadi suatu kekuatan dan perekat serta sumber inspirasi dalam membangun Kota Bau-Bau kedepan.

Ditinjau dari lapangan kerja utama penduduk Kota Bau-Bau, dari sembilan sektor lapangan usaha, ternyata sektor perdagangan dan jasa mempunyai andil terbesar dalam menampung tenaga kerja di kota Bau-Bau. Dari jumlah 45.694 orang dengan status bekerja, sebanyak 11.125 orang atau sekitar 24,35 persen bekerja disektor perdagangan, selanjutnya sektor jasa sebanyak 10.619 orang atau sekitar 23,24 persen. Hal ini disebabkan karena di Kota Bau-Bau sudah terdapat beberapa infrastruktur pendukung sektor perdagangan dan jasa seperti keberadaan pelabuhan laut yang berskala nasional dan bandar udara sehingga memungkinkan lancarnya distribusi barang dan jasa dari luar, demikian juga sebaliknya. Selanjutnya beberapa sektor lainnya.

Sebaliknya wilayah Kecamatan Sorawolio merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah penduduknya disebabkan wilayah ini merupakan wilayah hunian penduduk yang berbasis pertanian dan perkebunan. Di wilayah ini terdapat hutan lindung dimana terdapat sumber mata air bagi masyarakat Kota Bau-Bau. Selain itu, di wilayah ini terdapat tempat batalyon TNI Kompi 725 sebagai pengamanan perbatasan dan penjagaan kawasan hutan.

Kemudian wilayah kecamatan Bungi merupakan wilayah pertanian yang menjadi buffer stock (penyangga stock) bahan pangan bagi penduduk Kota Bau-Bau. Areal pertanian/persawahan dan peternakan di wilayah ini digerakkan oleh etnis Jawa, Bali, Bugis, Toraja dan relatif sedikit penduduk asli etnis Buton.

Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi, khususnya dalam rangka melihat daya serap tenaga kerja sektor-sektor dalam pembentukan PDRB.

Dari jumlah penduduk sebesar 124.609 jiwa, penduduk usia kerja (15 tahun keatas) sebanyak 87.228 jiwa, meliputi angkatan kerja sebanyak 51.701 jiwa dan bukan angkatan kerja 35.525 jiwa. Dari 51.701 jiwa angkatan kerja tersebut yang betul-betul bekerja adalah sebanyak 45.694 jiwa dan yang sementara mencari pekerjaan sebanyak 6.007 jiwa. Adapun persentase pekerja terhadap angkatan kerja sebesar 88,38 %, sedangkan tingkat pertisipasi angkatan kerja (TPAK) yang merupakan persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 59,27%.

Berdasarkan data BPS Kota Bau-Bau tahun 2008, banyaknya angkatan kerja pada tahun 2007 di Kota Bau-Bau adalah sebanyak 51.701 orang. Angka ini lebih tinggi 11,67% dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya mencapai 46.307 orang.

Ditinjau dari lapangan kerja utama penduduk Kota Bau-Bau, dari sembilan sektor lapangan usaha, ternyata sektor perdagangan dan jasa mempunyai andil terbesar dalam menampung tenaga kerja di kota Bau-Bau. Dari jumlah 45.694 orang dengan status bekerja, sebanyak 11.125 orang atau sekitar 24,35 persen bekerja disektor perdagangan, selanjutnya sektor jasa sebanyak 10.619 orang atau sekitar 23,24 persen. Hal ini disebabkan karena di Kota Bau-Bau sudah terdapat beberapa infrastruktur pendukung sektor perdagangan dan jasa seperti keberadaan pelabuhan laut yang berskala nasional dan bandar udara sehingga memungkinkan lancarnya distribusi barang dan jasa dari luar, demikian juga sebaliknya. Selanjutnya beberapa sektor lainnya.

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Kota Bau-Bau dari tahun ke tahun terus menunjukkan perkembangan yang cukup dinamis. Selama kurun waktu 2007-2008, nilai PDRB Atas Dasar Harga berlaku (ADH) meningkat dari Rp1.254,49 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp1.620,22 milyar pada tahun 2008 atau naik sebesar Rp365,73 milyar. Sementara nilai PDRB ADH konstan tahun 2000 sebesar Rp627,48 milyar pada tahun 2008 atau naik sebesar Rp41,15 milyar dibandingkan tahun 2007 yang hanya mencapai Rp586,33 milyar. (Data Pemerintah Kota Bau-Bau, diolah).

  1. Struktur Ekonomi

Pada tahun 2008, sektor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan PDRB adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang kemudian diikuti oleh sector jasa-jasa dan sektor pertanian. Ketiga sektor tersebut masing-masing memberikan kontribusi sebesar Rp366,89 milyar, Rp330,92 milyar dan Rp300,24 milyar. (Data Pemerintah Kota Bau-Bau, diolah)

  1. PDRB per-Kapita

Tingkat kemampuan rata-rata penduduk dalam membeli barang dan jasa dan/atau tingkat kesejahteraan penduduk Kota Bau-Bau yang direfleksikan dengan indicator pendapatan (PDRB) per kapita, secara nominal menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp10,740 juta per tahun atau Rp894,994 ribu per bulan atau Rp29,424 ribu per hari pada tahun 2007 menjadi Rp12,430 juta per tahun atau Rp1.035,823 ribu per bulan atau Rp34,054 ribu per hari pada tahun 2008. Apabila dihitung secara riil, maka PDRB per kapita masyarakat Kota Bau-Bau pada tahun 2008 hanya berkisar 38,73% dari nilai PDRB nominal per kapita atau sekitar 40,48% dari nilai PDRB nominal permanen per kapita. (Data Pemerintah Kota Bau-Bau, diolah)

  1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Lokal Kota Bau-Bau

Adapun program perencanaan peningkatan perekonomian dan pemberdayaan masyarakat adalah

a. Mengembangkan ekonomi masyarakat yang berbasis pada ekonomi kerakyatan yang berorientasi pasar lokal, regional, dan global.

b. Pembenahan dan pengembangan Infrastruktur ekonomi terutama pelabuhan laut dan udara, guna meningkatkan daya saing ekonomi daerah, disertai dengan pemberian berbagai kemudahan melalui kebijakan publik daerah.

c. Mendorong dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya terhadap tumbuhnya investasi masyarakat dan swasta baik investor lokal maupun investor asing dalam membangun perekonomian kota.

d. Memberdayakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi melalui usaha ekonomi kecil, menengah pada kegiatan industri dan koperasi maupun jasa yang berorientasi lokal, regional, dan global.

e. Meningkatkan peran Perbankan dan Lembaga Keuangan Daerah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan UKM.

f. Penguatan kapasitas masyarakat dan lembaga-lembaga keuangan masyarakat, guna mendukung sistem permodalan, sistem produksi dan pemasaran.

g. Mendorong dan meningkatkan peranserta Badan Usaha Milik Negara /Daerah (BUMD), Swasta dan Koperasi sebagai pelaku ekonomi di daerah.

h. Mengembangkan pembinaan ketenagakerjaan yang profesional dan kompetitif untuk mendukung pembangunan dan perekonomian yang tangguh.

i. Mendorong proses peningkatkan nilai tambah sektor pertanian, industri dan perdagangan sebagai lokomotif perekonomian daerah.

j. Mengembangkan potensi Pariwisata sebagai sektor unggulan untuk meningkatkan perekonomian daerah.

k. Mengembangkan iklim usaha kondusif yang mendorong tumbuhnya minat investor, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan multy player effect guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Kemampuan permodalan para pelaku ekonomi UKM masih rendah, sementara dunia perbankan dan lembaga keuangan kurang memberikan dukungan penuh sebagai akibat belum adanya komitmen dalam hal kemitraan antara pelaku ekonomi dan lembaga keuangan.

Produktivitas sumber-sumber ekonomi masih rendah karena keterbatasan kemampuan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi tepat guna. Disamping itu pelaku usaha belum dapat memanfaatkan secara optimal peluang-peluang pasar yang ada. Sarana dan prasarana perekonomian juga masih belum memadai seperti pusat-pusat pertokoan / perbelanjaan dan pergudangan yang representatif. Penguatan kelembagaan masyarakat masih lemah didalam mengakses sumberdaya-sumberdaya kunci yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat itu sendiri.

Untuk menanggulangi masalah-masalah bidang ekonomi dan pemberdayaan masyarakat ditempuh beberapa kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program-program yang langsung menyentuh kelompok masyarakat miskin serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ekonomi yang ada. Peningkatan daya saing ekonomi daerah dilakukan dengan meningkatkan efisiensi pelayanan dan penerapan kebijakan publik yang dapat menumbuh-kembangkan iklim investasi yang kondusif. Untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat maka lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya perlu mempunyai komitmen untuk menjalin kemitraan dengan para pelaku ekonomi daerah. Untuk meningkatkan nilai tambah produksi diupayakan peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis serta penguasaan teknologi tepat guna, disamping itu terus melakukan upaya-upaya untuk membuka pasar yang lebih luas melalui promosi dagang. Sementara itu pusat-pusat pertokoan / perbelanjaan dan pergudangan yang representatif akan terus ditingkatkan seiring dengan tuntutan dan kebutuhan serta dinamika ekonomi masyarakat. Bersamaan itu pula diupayakan peningkatan kemampuan kapasitas masyarakat untuk mengakses sumberdaya kunci yang berkaitan dengan kepentingan mereka.

  1. Kritik terhadap Pemberdayaan ekonomi Lokal Kota Bau-Bau

Rakyat adalah suatu konsep politik yang netral. Konsep ini tidak mempersoalkan perbedaan orang dalam kepelbagaian sosial, ekonomi dan budayanya. Semuanya sama. Ketika konsep rakyat diimbuhkan dengan konsep ekonomi politik yang tidak lagi netral, karena berbagai perbedaan pelaku ekonomi mulai diperhitungkan. Konsep ekonomi lokal yang digunakan juga tidak bersifat netral, yaitu hanya menunjuk pada pelaku ekonomi kecil (gurem) yang tersebar di sudut-sudut jalan perkotaan maupun di pelosok perdesaan.

Di Kota Bau-Bau, pelaku ekonomi sebagaimana dimaksud pada umumnya terdiri dari petani kecil, peternak kecil, nelayan kecil dan pengrajin kecil di perdesaan dan para pelaku sektor informal perkotaan. Bagi para petani yang kebetulan memiliki wilayah yang cocok untuk komoditas perkebunan seperti, Kopi, Coklat, Jambu Mete, tingkat ekonomi mereka belum cukup memadai. Di kecamatan Betoambari di kelurahan Sulaa dan kecamatan Murhum khususnya di kelurahan Bone-Bone, sebagian pelaku ekonomi kecil di pesisir pantai dikabarkan mengalami kemajuan berkat budidaya rumput laut. Di kecamatan Bungi dan Kecamatan Sorawolio yang mengandalkan tanaman pangan, tingkat ekonomi mereka memprihatinkan, kondisi mereka tidak dapat digolongkan mampu secara ekonomis.

Para pelaku ekonomi kecil di sektor informal perkotaan juga memperlihatkan kondisi yang relatif sama, walaupun mungkin pendapatan nominalnya lebih besar dari para peternak kecil, petani kecil dan nelayan kecil di perdesaan. Kecuali beberapa pelaku ekonomi informal yang berasal dari Jawa dan Sulawesi selatan yang pada umumnya berusaha di pusat kota, kinerja ekonomi mereka terbilang cukup baik. Data makro tentang pendapatan per kapita penduduk di berbagai kecamatan Kota Bau-Bau bisa menjelaskan kondisi ekonomi para pelaku ekonomi kecil tersebut.

Tampilan fisik usaha para pelaku ekonomi kecil ini juga memperihatinkan. Selain berjualan secara individual di pasar, mereka juga menggelar hasil usahanya di pinggir jalan secara darurat. Mungkin juga tidak setiap hari mereka bisa berjualan di pasar atau pinggir jalan karena pola produksinya yang bersifat musiman. Unit usaha industri kecil atau rumah tangga yang paling menonjol di Kota Bau-Bau adalah industri kain tenun. Sejumlah kelompok usaha yang dibina intensif dengan kondisi SDM yang relatif baik menunjukkan perkembangan yang baik, namun tidak sedikit kelompok dan usaha individu menjadikan industri kain tenun sebagai pekerjaan sampingan dengan postur usaha yang serba kekurangan. Tampaknya program-program pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan ekonomi belum menyentuh mereka atau mungkin sentuhannya sudah hilang sama sekali.

Tidak bisa dipungkiri Kota Bau-Bau , pelaku ekonomi lokal yang serba kekurangan ini selalu ditempatkan sebagai pelaku ekonomi utama, fondasi perekonomian daerah dan sejumlah julukan yang membanggakan. Pemerintah, dari pusat sampai daerah, telah melakukan banyak hal untuk memajukan mereka, tetapi kondisinya tetap sebagian besar dalam kondisi serba miskin.

Kondisi masyarakat sipil (civil society) daerah. Masyarakat sipil mencakup arena publik, organisasi dan gerakan lokal yang mempunyai kekuatan modal sosial dan partisipasi (voice, akses dan kontrol), sehingga ia menjadi fondasi yang kuat bagi tumbuhnya daerah yang mandiri, demok­ratis, inklusif, pluralis dan sejahtera. Secara garis besar peran masyarakat sipil dalam konteks demokrasi lokal terletak pada pendidikan politik, perluasan ruang publik dan gerakan organisasi masyarakat sipil. Apa yang dibutuhkan untuk suatu demokrasi yang kokoh adalah gerakan sosial, organisasi-organisasi berbasis massa dan berbasis komunitas serta pimpi­nan lokal yang sejati dengan ikatan serta memiliki tanggungjawab terhadap rakyat akar rumput. Ini hanya dapat dicapai melalui komunitas yang hidup (Hans Antlov, 2004).

Seharusnya pemerintah dapat melakukan variasi pendekatan (tatakelola) pembangunan dan sumber-sumber produksi lokal. Kesejahteraan yang kuat dan bekerlanjutan bila ditopang dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mempunyai kepekaan sosial dan lingkungan serta pembangunan yang seimbang (balanced development). Konsep balanced development ini mengandung beberapa ide yang masih abstrak. Pertama, membuat keseimbangan antara peran pemerintah daerah dalam hal regu­lasi, konsumsi, ekstraksi, investasi dan distribusi. Kedua, membuat kes­eimbangan yang meningkat antara APBD, PDRB dan belanja sosial. Ketiga, membuat keseimbangan peran negara (pemerintah daerah), swasta dan masyarakat. Keempat, keseimbangan antara pembangunan desa dan kota agar tidak terjadi pembangunan yang bias kota.

Sedangkan kita ketahui bahwa isu pokok yang seharusnya mendapatkan perhatian serius dalam konteks pemberdayaan ekonomi lokal adalah bagaimana membangun kapasitas itu sendiri sehingga mereka mampu mengelola potensi-potensi yang dimilikinya secara optimal. Kapasitas dimaksud pada gilirannya merupakan fungsi dari dan ditentukan oleh tingkat akses masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan langsung dengan pengembangan kemampuan ekonomi mereka dan iklim yang konsudif dimana mereka bekerja. Secara lebih spesifik akses dimaksud berkaitan dengan akses terhadap sumberdaya ekonomi seperti modal, lokasi usaha atau lahan, informasi pasar, teknologi serta sarana dan prasarana produksi lainnya. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, keterbatasan akses pada aspek-aspek perekonomian diatas telah membatasi peluang mereka untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya. Hal itu dapat ditelusuri dari rendahnya tingkat penghasilan masyarakat yang dari waktu ke waktu belum menunjukkan dinamika yang cukup berarti.

Realitas keterbatasan diatas tidak dapat dilepaskan dari persoalan pada aspek lain yang juga turut menentukan yaitu rendahnya daya dukung kelembagaan (institutional carrying-capacity) dan organisasi manajerial sebagai prasyarat optimalisasi pengelolaan potensi atau sumberdaya perekonomian. Lemahnya daya dukung kelembagaan tersebut berimplikasi pada mudahnya nasib ekonomi masyarakat dipermainkan oleh fluktuasi pasar yang antara lain disebabkan oleh ulah para pelaku ekonomi yang kuat.

Potensi lain yang dimiliki Kota Bau-Bau adalah sektor pariwisata yang terdiri dari wisata alam, wisata pantai, wisata budaya, museum dan kuliner. Permasalahan utama yang dihadapi antara lain adalah belum tumbuhnya kesadaran masyarakat pariwisata, dan kurang memadainya sarana dan prasarana pendukung, di samping pengelolaan usaha wisata yang belum dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih besar untuk meningkatkan dan memperluas sektor pariwisata, membangun sarana prasarana, sekaligus dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk menjaga kebersihan dan keindahan obyek-obyek pariwisata yang ada. Bagi Kota Bau-Bau, sektor pariwisata diyakini merupakan sektor andalan untuk memulihkan kondisi perekonomian dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti paradigma pariwisata di Kota Bau-Bau telah bergeser dari sifat missal menjadi suatu minat alternatif yang lebih condong menuju isu pembangunan sosioekonomi masyarakat.

Dalam pandangan ekonomi mikro maupun makro, pariwisata tidak akan lepas dari sektor perekonomian. Konsep mikronya, pariwisata menyentuh unit-unit spesifik ekonomi, seperti hotel, restoran, transportasi, agen perjalanan, perusahaan suvenir dan handycraft, serta business unit yang lain. Sementara itu, dalam ekonomi makro, pariwisata akan mempelajari gejala perekonomian dalam skala lebih besar, seperti agregat wisatawan, spending power, lama tinggal, dan efeknya terhadap sektor ekonomi yang lain. Kegiatan pariwisata secara potensial dapat menimbulkan efek ke depan maupun ke belakang. Setidaknya ada tiga keuntungan yang dapat diperoleh dengan semakin berkembangnya kepariwisataan suatu daerah, yaitu:

1. Akan memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pendapatan masyarakat.

2. mampu mengurangi jumlah penganggur karena daya serap tenaga kerjanya yang cukup besar dan merata.

3. Mendorong timbulnya wirausahawan yang bergerak di industri pariwisata, baik langsung maupun tidak.


BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas maka kami dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain :

1. Di Kota Bau-Bau, pelaku ekonomi lokal pada umumnya terdiri dari petani kecil, peternak kecil, nelayan kecil dan pengrajin kecil di perdesaan dan para pelaku sektor informal perkotaan.

2. Tidak bisa dipungkiri Kota Bau-Bau , pelaku ekonomi lokal yang serba kekurangan ini selalu ditempatkan sebagai pelaku ekonomi utama, fondasi perekonomian daerah dan sejumlah julukan yang membanggakan. Pemerintah, dari pusat sampai daerah, telah melakukan banyak hal untuk memajukan mereka, tetapi kondisinya tetap sebagian besar dalam kondisi serba miskin.

3. Potensi ekonomi lokal yang dimiliki Kota Bau-Bau diantaranya adalah wisata alam, wisata pantai, wisata budaya, museum dan kuliner. Permasalahan utama yang dihadapi antara lain adalah belum tumbuhnya kesadaran masyarakat pariwisata, dan kurang memadainya sarana dan prasarana pendukung, di samping pengelolaan usaha wisata yang belum dilaksanakan secara maksimal.

  1. Rekomendasi

1. Dengan tetap berlandaskan pada semangat desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus merangsang dunia usaha swasta untuk menggarap dan memanfaatkan insiatif di tingkat daerah atau tingkat lokal untuk mengembangkan sektor pertanian, sektor perikanan, sektor perkebuanan dan basis sumber daya alam lainnya. Pemerintah daerah dilarang keras membunuh inisiatif lokal, begitupun, pemerintah pusat juga perlu memberikan insentif yang lebih besar lagi untuk inisiatif investasi di tingkat daerah, demi masa depan pembangunan ekonomi kita yang lebih cerah.

2. Mengingat begitu berpotensinya sektor pariwisata maka pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih besar untuk meningkatkan dan memperluas sektor pariwisata, membangun sarana prasarana, sekaligus dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk menjaga kebersihan dan keindahan obyek-obyek pariwisata yang ada. Bagi Kota Bau-Bau, sektor pariwisata diyakini merupakan sektor andalan untuk memulihkan kondisi perekonomian dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti paradigma pariwisata di Kota Bau-Bau telah bergeser dari sifat missal menjadi suatu minat alternatif yang lebih condong menuju isu pembangunan sosioekonomi masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Salim, Agus, 2007, Hand Out Materi filsafat dan Teori Perencanaa, PSKMP, UNHAS

Baja, Sumbangan, 2007. Hand Out Materi filsafat dan Teori Perencanaan PSKMP, UNHAS

Moch. Rum Alim ; STRATEGI PENBANGUNAN EKONOMI DAERAH MENUJU PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN OPTIMAL http://www.scribd.com/Strategi-Pembangunan-Ekonomi-Daerah

Herry Darwanto; Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah, www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2916/

Dadang Solihin ; Pembangunan Ekonomi Lokal, http://www.slideshare.net/DadangSolihin

LAN, 2007 . Pembangunan Ekonomi Daerah, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Tidak ada komentar: